Teks Drama "Hitam dalam Gelap" (Part 3)
Keesokan harinya, Evelyna dan Stevia sedang duduk di dalam kelas saat jam tangan Evelyna menunjukkan pukul 07.00 WIB. Mereka sedang melancarkan kegiatan mereka setiap pagi hari. Ya, jika sedang memberikan gosip terpanas pastilah mereka berdua terlihat akur. Jika tidak, jangan ditanya lagi.
Evelyna : (menoleh pada Stevia) “Mblo, ngerasa ada yang aneh nggak sama John?”
Stevia : (mengangguk) “Iya, menurut kamu John orangnya misterius nggak?”
Evelyna : “Iya, aku juga sempat mikir kayak gitu. Tapi masih nggak berani ambil kesimpulan kayak kamu.”
Stevia : “Maksudmu? Aku suudzon?” (menoleh pada Evelyna dengan raut muka tidak terima)
Evelyna : (tertawa) “Hahaha ya iyalah. Apa namanya kalau bukan suudzon?”
Stevia : (mengalah) “Oke, back to the topic. John asalnya dari mana sih?”
Evelyna : “Anak-anak di kelas nggak ada yang tahu.”
Stevia : “Serius? Ah, tapi yaudahlah. Pagi-pagi udah gosip aja.”
Evelyna : “Lupa ya? Kan sarapannya orang jomblo beginian.” (tertawa)
Ginny : (duduk di samping Stevia) “Udah udah, nggak usah ngomongin orang. John itu orangnya baik lho. Nggak mungkin kayak gitu.”
Aurela : (ikut bergabung) “Kalau menurut buku yang pernah aku baca, orang kayak gitu pasti baik.”
Rosalina : “He to the loooow. Dari jauh udah denger pasti barusan Aurela yang ngomong. Ya kan ya kan?”
Evelyna : (melihat Mr. Vaint hampir tiba di depan pintu) “Udah, diam semuanya. Mr. Vaint datang. Tuh batang hidungnya udah nongol.”
Pelajaran dimulai. Mr. Vaint menjelaskan mata pelajaran hari ini. Tiba-tiba, pintu kelas diketuk oleh seseorang.
Indra : “Maaf, Mr.? Eh, Pak. Eh, anuu Mr. maaf saya terlambat.”
Mr. Vaint : “Sudahlah, cepat masuk.”
Indra : “Terima kasih, Pak.”
Di tengah-tengah pelajaran, raut muka Mr. Vaint berubah. Kemudian ia membuka mulutnya.
Mr. Vaint : “Anak-anak, ada kabar duka. Kemarin seorang mahasiswa dari kampus kita ada yang meninggal.”
Rosalina : “Lhoo heee, lho ya. Kok bisa, Pak?”
Mr. Vaint : “Dia dan keluarganya dibunuh orang dengan cara yang sadis.”
Aurela : “Innalillahi wa innaillaihi rajiun.”
Rosalina : “Serem, ya. Tega banget yang ngebunuh.”
Mr. Vaint : “Mari kita doakan dia beserta keluarganya. Semoga mereka diterima di sisi Allah. Berdoa menurut keyakinan masing-masing, dipersilahkan.”
Dua jam kemudian mata kuliah hari ini telah usai, mahasiswa dan mahasiswi sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Aurela dari tadi sibuk mencari Stevia dan Evelyna. Ia sudah menyusuri kampus mulai dari halaman depan sampai belakang, mulai dari toilet cowok sampai toilet cewek, mulai dari kantin sampai pos satpam, tapi hasilnya nihil. Stevia dan Evelyna tidak ditemukan.
Malam harinya, Aurela mendapat kabar buruk. Kabar tersebut tentang Stevia dan Evelyna yang ditemukan telah meninggal dunia. Aurela sangat terkejut, ia segera menelefon Bellya.
Aurela : (panik bercampur sedih) “Ha… ha… halo, Bel?”
Bellya : (kebingungan) “Halo, ada apa, Rel?”
Aurela : (sambil menangis) “Stevia, Bell. Evelyn…”
Bellya : “Hey hey, kanapa? Pelan-pelan dong. Stevi dan Evelyn kenapa?”
Aurela : “Mereka meninggal, Bell.” (tangisnya semakin pecah)
Bellya : (gugup dan masih tidak percaya) “A… a… apa? Kamu pasti bohong kan?”
Aurela : “Enggak, Bell. Gimana dong? Aku… aku nggak nyangka, Bell.” (menangis tersedu-sedu)
Bellya : “Innalillahi, kok bisa sih, Rel? Kata siapa?”
Aurela : “Aku juga nggak tau, Bell. Tadi salah satu dosen kita ada yang ngirim berita di website.”
Bellya : “Ya ampun, keadaan mereka gimana, Rel?”
Aurela : “Stevi ditemukan di gudang, Evelyn ditemukan di toilet. Apa sih salah mereka berdua? Kenapa pembunuhnya tega banget? Apa salah mereka?” (sambil menangis)
Bellya : “Sabar, sabar. Kita nggak tau apa masalahnya, Rel. Kita beritahu yang lain dulu ya…”
Di makam, Ginny, Indra, Bellya, dan Rosalina tak kuasa menahan tangis. Mereka sangat terpukul dengan sahabat terbaiknya itu. Mereka merasa Stevia dan Evelyna pergi terlalu cepat. Tak terima dengan sang pembunuh yang tega melakukan ini semua, mereka semua menangis bercampur dengan amarah.
Ginny : (menangis tersedu-sedu) “Kenapa kalian pergi meninggalkan kami? Kenapa ha?”
Bellya : “Siapa yang tega membunuh kalian dengan tragis? Siapa yang tega melakukan ini semua? Jawab aku Stev! Jawab aku, Lyn! Jawaaabbbb!” (menangis sambil memukul-mukul tanah)
Sore itu, suasana makam penuh dengan haru. Makam Stevia dan Evelyna penuh dengan karangan bunga. Suasana yang amat menyedihkan terasa. Tak lama kemudian mereka pulang.
Di rumahnya, Rosalina merenung sambil memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada kedua sahabatnya yang cantik jelita namun berakhir malang. Masih bersama dengan tangisnya dan kesedihan yang teramat dalam, ia menggumam tak jelas.
Rosalina : (duduk di pinggir tempat tidur) “Sebenarnya apa yang terjadi pada mereka? Apa salah mereka berdua hingga ada yang tega seperti itu?”
Rosalina ingin berbagi kesedihannya pada sahabatnya yang lain. Ia tak mau jika harus dihantui perasaan penasaran seorang diri. Akhirnya, ia memutuskan untuk menelefon sahabat-sahabatnya.
John : (mengangkat telefon dengan malas) “Ada apa, Ros?”
Bellya : “Iya, ada apa, Ros? Tumben malem-malem gini telefon?”
Ginny : (menggaruk-garuk janggut) “Biar kutebak, masih memikirkan Stevi dan Evelyn?”
Rosalina : “Hmm, iya. Ginny benar. Aku masih belum terima sama kepergian mereka. Apa kalian juga merasa seperti itu?”
John : “Tentu. Tapi Ros, ini memang sudah jalan hidup mereka berdua. Kita nggak tahu apa yang terjadi sama mereka kemarin. Kita semua pasti ngerasa kehilangan, tapi ikhlaskan mereka. Supaya mereka tenang di sana.”
Bellya : “Tapi Rosa ada benarnya juga. Aku heran aja sama orang yang tega ngebunuh Stevi sama Evelyn.”
Ginny : “Kasihan ya mereka? Eh, gimana kalau kita selidiki kasus ini? Kita cari tahu apa yang sebenarnya terjadi sama mereka.”
Rosalina : “Nah, itu Ginny peka. Aku dari tadi mikirin itu juga. Aku udah bener-bener nggak sabar pingin liat wajah pembunuhnya.”
Bellya : “Maksud kalian, kita jadi Detektif KW gitu?”
Ginny : “Iya. Hellooooowwww John, masih dengerin kita kan?”
John : “Iya aku denger, cuma lagi mikir ini gimana caranya kita bisa jadi Detektif KW Super. Oke kita selidiki mulai besok ya? Sekarang aku udah ngantuk banget, aku mau tidur. Selamat malam semuanya.”
Malam itu, mereka semua masih tidak bisa tidur nyenyak. Bagaimana bisa mereka tidur dengan nyenyak sedangkan mereka baru saja kehilangan sahabat yang selalu memberikan semangat, selalu ceria setiap saat dan dalam setiap keadaan baik susah maupun sedang. Ya, terkadang yang sangat berarti harus pergi lebih cepat agar kita bisa menghargai yang lainnya, selagi masih ada di dekat kita.
Kembali ke Part 2
Lanjut ke Part 4
Evelyna : (menoleh pada Stevia) “Mblo, ngerasa ada yang aneh nggak sama John?”
Stevia : (mengangguk) “Iya, menurut kamu John orangnya misterius nggak?”
Evelyna : “Iya, aku juga sempat mikir kayak gitu. Tapi masih nggak berani ambil kesimpulan kayak kamu.”
Stevia : “Maksudmu? Aku suudzon?” (menoleh pada Evelyna dengan raut muka tidak terima)
Evelyna : (tertawa) “Hahaha ya iyalah. Apa namanya kalau bukan suudzon?”
Stevia : (mengalah) “Oke, back to the topic. John asalnya dari mana sih?”
Evelyna : “Anak-anak di kelas nggak ada yang tahu.”
Stevia : “Serius? Ah, tapi yaudahlah. Pagi-pagi udah gosip aja.”
Evelyna : “Lupa ya? Kan sarapannya orang jomblo beginian.” (tertawa)
Ginny : (duduk di samping Stevia) “Udah udah, nggak usah ngomongin orang. John itu orangnya baik lho. Nggak mungkin kayak gitu.”
Aurela : (ikut bergabung) “Kalau menurut buku yang pernah aku baca, orang kayak gitu pasti baik.”
Rosalina : “He to the loooow. Dari jauh udah denger pasti barusan Aurela yang ngomong. Ya kan ya kan?”
Evelyna : (melihat Mr. Vaint hampir tiba di depan pintu) “Udah, diam semuanya. Mr. Vaint datang. Tuh batang hidungnya udah nongol.”
Pelajaran dimulai. Mr. Vaint menjelaskan mata pelajaran hari ini. Tiba-tiba, pintu kelas diketuk oleh seseorang.
Indra : “Maaf, Mr.? Eh, Pak. Eh, anuu Mr. maaf saya terlambat.”
Mr. Vaint : “Sudahlah, cepat masuk.”
Indra : “Terima kasih, Pak.”
Di tengah-tengah pelajaran, raut muka Mr. Vaint berubah. Kemudian ia membuka mulutnya.
Mr. Vaint : “Anak-anak, ada kabar duka. Kemarin seorang mahasiswa dari kampus kita ada yang meninggal.”
Rosalina : “Lhoo heee, lho ya. Kok bisa, Pak?”
Mr. Vaint : “Dia dan keluarganya dibunuh orang dengan cara yang sadis.”
Aurela : “Innalillahi wa innaillaihi rajiun.”
Rosalina : “Serem, ya. Tega banget yang ngebunuh.”
Mr. Vaint : “Mari kita doakan dia beserta keluarganya. Semoga mereka diterima di sisi Allah. Berdoa menurut keyakinan masing-masing, dipersilahkan.”
Dua jam kemudian mata kuliah hari ini telah usai, mahasiswa dan mahasiswi sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Aurela dari tadi sibuk mencari Stevia dan Evelyna. Ia sudah menyusuri kampus mulai dari halaman depan sampai belakang, mulai dari toilet cowok sampai toilet cewek, mulai dari kantin sampai pos satpam, tapi hasilnya nihil. Stevia dan Evelyna tidak ditemukan.
Malam harinya, Aurela mendapat kabar buruk. Kabar tersebut tentang Stevia dan Evelyna yang ditemukan telah meninggal dunia. Aurela sangat terkejut, ia segera menelefon Bellya.
Aurela : (panik bercampur sedih) “Ha… ha… halo, Bel?”
Bellya : (kebingungan) “Halo, ada apa, Rel?”
Aurela : (sambil menangis) “Stevia, Bell. Evelyn…”
Bellya : “Hey hey, kanapa? Pelan-pelan dong. Stevi dan Evelyn kenapa?”
Aurela : “Mereka meninggal, Bell.” (tangisnya semakin pecah)
Bellya : (gugup dan masih tidak percaya) “A… a… apa? Kamu pasti bohong kan?”
Aurela : “Enggak, Bell. Gimana dong? Aku… aku nggak nyangka, Bell.” (menangis tersedu-sedu)
Bellya : “Innalillahi, kok bisa sih, Rel? Kata siapa?”
Aurela : “Aku juga nggak tau, Bell. Tadi salah satu dosen kita ada yang ngirim berita di website.”
Bellya : “Ya ampun, keadaan mereka gimana, Rel?”
Aurela : “Stevi ditemukan di gudang, Evelyn ditemukan di toilet. Apa sih salah mereka berdua? Kenapa pembunuhnya tega banget? Apa salah mereka?” (sambil menangis)
Bellya : “Sabar, sabar. Kita nggak tau apa masalahnya, Rel. Kita beritahu yang lain dulu ya…”
Di makam, Ginny, Indra, Bellya, dan Rosalina tak kuasa menahan tangis. Mereka sangat terpukul dengan sahabat terbaiknya itu. Mereka merasa Stevia dan Evelyna pergi terlalu cepat. Tak terima dengan sang pembunuh yang tega melakukan ini semua, mereka semua menangis bercampur dengan amarah.
Ginny : (menangis tersedu-sedu) “Kenapa kalian pergi meninggalkan kami? Kenapa ha?”
Bellya : “Siapa yang tega membunuh kalian dengan tragis? Siapa yang tega melakukan ini semua? Jawab aku Stev! Jawab aku, Lyn! Jawaaabbbb!” (menangis sambil memukul-mukul tanah)
Sore itu, suasana makam penuh dengan haru. Makam Stevia dan Evelyna penuh dengan karangan bunga. Suasana yang amat menyedihkan terasa. Tak lama kemudian mereka pulang.
Di rumahnya, Rosalina merenung sambil memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada kedua sahabatnya yang cantik jelita namun berakhir malang. Masih bersama dengan tangisnya dan kesedihan yang teramat dalam, ia menggumam tak jelas.
Rosalina : (duduk di pinggir tempat tidur) “Sebenarnya apa yang terjadi pada mereka? Apa salah mereka berdua hingga ada yang tega seperti itu?”
Rosalina ingin berbagi kesedihannya pada sahabatnya yang lain. Ia tak mau jika harus dihantui perasaan penasaran seorang diri. Akhirnya, ia memutuskan untuk menelefon sahabat-sahabatnya.
John : (mengangkat telefon dengan malas) “Ada apa, Ros?”
Bellya : “Iya, ada apa, Ros? Tumben malem-malem gini telefon?”
Ginny : (menggaruk-garuk janggut) “Biar kutebak, masih memikirkan Stevi dan Evelyn?”
Rosalina : “Hmm, iya. Ginny benar. Aku masih belum terima sama kepergian mereka. Apa kalian juga merasa seperti itu?”
John : “Tentu. Tapi Ros, ini memang sudah jalan hidup mereka berdua. Kita nggak tahu apa yang terjadi sama mereka kemarin. Kita semua pasti ngerasa kehilangan, tapi ikhlaskan mereka. Supaya mereka tenang di sana.”
Bellya : “Tapi Rosa ada benarnya juga. Aku heran aja sama orang yang tega ngebunuh Stevi sama Evelyn.”
Ginny : “Kasihan ya mereka? Eh, gimana kalau kita selidiki kasus ini? Kita cari tahu apa yang sebenarnya terjadi sama mereka.”
Rosalina : “Nah, itu Ginny peka. Aku dari tadi mikirin itu juga. Aku udah bener-bener nggak sabar pingin liat wajah pembunuhnya.”
Bellya : “Maksud kalian, kita jadi Detektif KW gitu?”
Ginny : “Iya. Hellooooowwww John, masih dengerin kita kan?”
John : “Iya aku denger, cuma lagi mikir ini gimana caranya kita bisa jadi Detektif KW Super. Oke kita selidiki mulai besok ya? Sekarang aku udah ngantuk banget, aku mau tidur. Selamat malam semuanya.”
Malam itu, mereka semua masih tidak bisa tidur nyenyak. Bagaimana bisa mereka tidur dengan nyenyak sedangkan mereka baru saja kehilangan sahabat yang selalu memberikan semangat, selalu ceria setiap saat dan dalam setiap keadaan baik susah maupun sedang. Ya, terkadang yang sangat berarti harus pergi lebih cepat agar kita bisa menghargai yang lainnya, selagi masih ada di dekat kita.
Kembali ke Part 2
Lanjut ke Part 4
Komentar
Posting Komentar